Sabtu, 08 Desember 2018

Prosa Kenangan

Hallo..., Apa Kabar?
-Ida Ayu Anggraeni-

Kemarin, aku melewati jalan setapak yang pernah kita lewati berdua.
Kamu ingin tahu rasanya? Menyesakkan... Ya, begitulah aku mengingat tentang kamu.Mungkin beberapa kenangan memang indah sampai tak mau beranjak dari pikiran.Tapi kenangan tentang kamu? Entah kenapa begitu sangat menyesakkan.
Sejenak aku mengingat betapa manis pertemuan kita hingga membawa kita pada jalanan-jalanan yang begitu indah,hanya saja, kini semua berakhir hanya berbekas luka,menyisakan rasa kesal dan menyesakkan.Kamu pergi tanpa pamit, kamu hilang tanpa kabar.
Sudah beberapa bulan, aku tidak mendengar segala hal perihal kamu.Hampa, bahkan angin yang ku pikir "mau" membisikkan sekedar keadaanmu yang baik-baik saja tak pernah mampir mengabarkannya untukku.Jadi, ku pikir memang akhirnya sapa "hallo..., apa kabar?" tidak akan pernah kau ucapkan lagi kepadaku.
Kini kamu membeku, 
dan rasa keingintahuanku tentang kamu, ku simpan di dasar hatiku.

Sedikit saja, bisa kau putar kembali ingatanmu tentangku?Aku hanya ingin tahu, apakah aku pernah menjadi yang paling kau ingini?Pernah aku menjadi seseorang yang ingin kau lindungi?Yang ingin kau hubungi ketika kau terluka dan sedih?Sedikit saja, coba putar rasa yang pernah kau eja saat denganku.
"Hallo..., Apa kabar?"Kau benar-benar membeku sampai aku kehabisan cara untuk menyapamu.Kita menjadi asing sejak kau memilih mundur dari perjuanganku,Ah, perjuanganku? Maafkan, aku juga tidak paham apakah aku berjuang untukmu atau tidak.Aku hanya mengikuti segala alur,yang membawaku kepadamu,tapi kini kamu menolak dan meninggalkanku..
Kita benar-benar menjadi asing.Kau mungkin sudah sibuk dengan duniamu dan perjuanganmu untuk meraih segala mimpimu, bahkan mungkin juga mimpimu bersanding dengan seseorang yang kau yakini adalah yang terbaik untukmu.Dan disini, aku berjuang untuk menghapus segala kenangan bersamamu. Jalanan yang ku lewati denganmu, aku sedang berusaha menghapus langkahmu disana. Walau terasa sulit dan berat, aku sedang mencobanya.
Dan, semoga saja kau tidak hadir dengan sapamu yang manis.Aku takut runtuh kembali. Aku takut pertahananku kembali runtuh hanya dengan sapamu yang datar. Kita adalah kemungkinan-kemungkinan yang mungkin saja akan terjadi. Seperti: Kamu menyapaku ketika kamu bosan dengan rutinitasmu, lalu aku menjadi manusia paling bodoh dengan berpikir bahwa kamu merindukanku. Aku membalasnya. Tapi nyatanya, kamu hanya sekedar mampir tanpa pernah berpikir singgah.
Lepaskan perlahan-lahan.Bukankah kita butuh bahagia?Kamu mungkin sedang berbahagia dengan siapapun di tempatmu sekarang.Jadi, aku harus bahagia juga 'bukan?Ku akui memang berat. Tapi untuk apa aku bersakit-sakit sementara kamu sedang bersenang-senang? Lepaskan perlahan-lahan. Ya, melupakanmu memang membutuhkan waktu tidak sebentar. Mungkin harus ku lewati rasanya tercabik, terisak, terluka, bahkan tersiksa. Tapi semoga, yang namanya melepaskan adalah bahagia yang membebaskan.
"Hallo..., Apa kabar?" Suatu saat aku akan menyapamu dengan hangat, dengan senyuman bahwa aku baik-baik saja tanpa kamu. Aku akan menyapamu tanpa harus terluka saat menatapmu. Aku akan menyapamu dengan rasa paling bahagia setelah benar-benar rela melapasmu."Hallo..., Apa kabar?" Aku akan tersenyum karena itu.
Surakarta, 8 Desember 2018


Minggu, 18 November 2018

RINDU


-Ida Ayu Anggraeni-

RINDU
Angin dingin seakan membisik sebuah nama untuk ku ingat
Sebuah wajah yang terlukis samar-samar meski bisa ku tebak, siapa pemiliknya

Pada gelap yang mulai menukar segala cahaya untuk menjadikanmu wajah yang paling menyejukkan,
semenyejukkan seseorang yang tak bisa melihat warna dunia, tpi bisa tersenyum mendengar dunia

Malam ini, angin dingin, warna gelap pada langit, kemudian hujan turun,,,
ah, rasanya ingin bertukar sapa, misalnya menanyai tentang hari baikmu, atau, menanyaimu kabar..

Tapi rasanya sangat jauh. Kita sudah berada pada keterasingan. Aku lupa cara bersapa denganmu, mungkin juga kamu sama halnya dengan aku.

Rindu yang harusnya dibayar, hanya mengepal menjadi sesak yang tak kunjung usai. 
Andai saja, angin bisa membawa kabar tentangmu, aku tidak perlu se-sesak sekarang. 
Aku tak perlu bercumbu pada rasa yang menyebalkan ini.

Dan... Dan akhirnya.. aku terluka sendiri tersebab rindu yang membuat bulir air mata ini menetes tanpa tahu cara menahannya..

Senin, 24 September 2018

Secangkir Kopi, Senja, dan Sepotong Kenangan yang Usang

Secangkir Kopi, Senja, dan Sepotong Kenangan yang Usang"
-Ida Ayu Anggraeni-
Aku menatap nanar pada warna kaki senja, yang 'katanya' melukis indah sebuah perpisahan,
Perpisahan yang seperti apa?
Perpisahan yang indah itu?
Seperti apa perpisahan yang indah itu?
Perpisahan tidak ada yang indah,
-pun tentang senja yang katanya indah.
Karena sejatinya, perpisahan selalu memberi luka..

Aku menatap warna hitam sepeninggal matahari,
Yang menyudutkan aku pada bingkisan tentang kamu yang hanya samar-samar.
Ah, ada yang tak kupahami sekarang,
Tentang sesorang yang datangnya begitu hangat seperti mentari,
Tapi hilangnya begitu cepat..

Senja kala itu,
Ku temui lagi sepotong kenangan di cangkir kopi yang ku minum,
Nyatanya, tegukannya selalu tentang kamu.
Tapi, semua tinggal sisa,
Hanya rasa yang menyesakkan,
Hanya rindu yang bergemuruh.

Cangkir kopi dan warna senja,
Yang hanya menyisihkan sepenggal kenangan,
Matahari yang meninggalkan warnanya,
Cangkir kopi yang meninggalkan ampasnya.
Pekat,
tak terasa..
Hitam,
tak berwarna..

Aku ingat sejelas ini,
Ketika kakimu berjalan meninggalkanku sendirian,
Punggungmu begitu nyata hilang dari pandangan,
Mengisahkan sebuah kekosongan yang katamu semua akan baik-baik saja.
Katamu, semua tidak perlu ku khawatirkan.
Katamu kamu akan kembali...

Tapi akhirnya...
Kopi dalam cangkir ini menjadi saksi yang paling menyesakkan,
Tentang hangat yang akhirnya dingin,
Tentang manis yang akhirnya getir,
Tentang terisi yang akhirnya kosong,
Yang tertinggal hanya kekosongan,
Sebuah kenyataan, yang nyatanya aku hanya sebagai teman minun kopi mu..

Warna senja seolah memahamkan,
Tentang akhirnya aku harus mengikhlaskan,
Segala hal tentang mimpi yang aku rajut sendirian,
Segala hal tentang harapan yang ingin aku penuhi sendirian,
Sekarang, warna senja hanya mengantar pada gelap malam,
Tak lagi menjadi penyaji latar yang membuat kita bercengkrama,
Segalanya telah usang,
Segalanya tak lagi punya tempat.
Kini,
Yang tersisa hanyalah kenangan tentang sosok mu dalam tegukan kopi yang tersaji,
Dan kenangan tentangmu yang tanpa ragu datang ketika senja mengantarkan malam,
Dan aku,
Sedang berjuang mengikhlaskan~

-Karanganyar, 25 September 2018-